Posted by : Septa Sariyantoro
Rabu, 19 Maret 2014
Pelajaran mana yang lebih baik daripada sebuah keteladanan? Terlebih
dalam kondisi ketika banyak pemimpin negeri kita yang tak amanah. Namun tak
selayaknya kita berputus asa, justru kita wajib berdoa. Semoga Allah kan
hadirkan sosok pemimpin teladan seperti sejarah merekam Umar bin Khattab dan
kepemimpinan beliau dalam kisah inspirasi berikut...
***
Krisis itu masih melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan.
Jumlah orang-orang miskin terus bertambah. Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa
paling bertanggung jawab terhadap musibah itu, memerintahkan menyembelih hewan
ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk.
Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian
yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar
sebelum masuk islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.
“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.
“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari
hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan
daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar menuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan
ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar
menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal
Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya.
Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan
Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu
akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan
masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang
sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga
yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak
itu.
Keltika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti
yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan
bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu
melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan
itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.
“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau
minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya
sampai sekarang,” tambahnya.
Mendengar kata-kata sang badui,
Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa.
Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu,
“Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau
rakyatku kekenayangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”
Padahal saat itu Umar bisa saja menggunakan fasilitas Negara. Kekayaan
Irak dan Syam sudah berada ditangan kaum Muslimin. Tapi tidak. Umar lebih
memilih makan bersama rakyatnya.
Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur
Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya
disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang
mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan
yang biasa Anda makan.”
Sikap seperti itu tak hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika
mendengar dari Aisyah bahwa Madinah tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin
Auf yang baru pulang dari berniaga segera membagikan hartanya pada masyarakat
yang sedang menderita. Semua hartanya dibagikan.
Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang.
Penderitaan demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan
mereka. Naiknya harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya
jumlah orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros
mereka kian marak.
Anggota Dewan yang ditunjuk rakyat sebagai wakil, justru banyak yang
berleha-leha. Santai dan mencari aman. Pada saat yang sama, para pejabat yang
juga dipilih langsung, tak pernah memikirkan rakyat. Yang ada dalam benak
mereka , bagaimana bisa aman selama lima tahun ke depan.
Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru
kini diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh
beda dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu
saat dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan
memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia
melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir
miskin.
Muawiyah pernah mengujinya dengan mengirimkan uang. Namun ketika esok
harinya uang itu ingin diambilnya kembali, ternyata Abu Dzar telah
membagikannya pada fakir miskin.
Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan
teramat kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin.
Negeri kita kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang
tertentu saja, rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat,
anggota parlemen dan para pengusaha tamak.
Di tengah suara rintihan para pengemis dan orang-orang terlantar, kita
menyaksikan para pejabat dan orang-orang berduit dengan ayik melancong ke
berbagai negari. Mereka seolah tanpa dosa menghambur-hamburkan uang dengan
membeli barang serba mewah.
Ditengah gubuk-gubuk reot penuh tambalan kardus bekas, kita
menyaksikan gedung-gedung menjulang langit. Diantara maraknya tengadah
tangan-tangan pengemis, mobil-mobil mewah dengan santainya berseleweran.
Pemandangan kontras yang selalu memenuhi hari-hari kita.
Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala
itu sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan
harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu
tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.
Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk
‘membersihkan’ harta si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.
Jika ini tidak kita lakukan, kita belum menjadi mukmin sejati. Sebab,
seorang Mukmin tentu takkan membiarkan tetanggana kelaparan. Rasulullah saw
bersabda, “Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya
kelaparan.” (HR. Muslim)
(Majalah Sabili no 7 Th XIII Judul Asli : "Prihatin pada Rakyat
Miskin")
diambildari
http://myquran.org/forum/index.php/topic,54692.msg1660153.html#msg1660153
source: Kisahinspiratif
source: Kisahinspiratif
Related Posts :
- Back to Home »
- Inspiratif , Renungan »
- Kisah Umar dan Keperihatinannya pada Rakyat Miskin